Jumat, 29 November 2013

PENENTUAN STRUKTUR FLAVONOID


Sinyal yang dihasilkan dari IR adalah sinyal IR yang diserap oleh molekul untuk melakukan gerak vibrasi. Dengan menggunakan IR dapat diketahui gugus fungsi yang terdapat didalam senyawa organik. senyawa flavonoid,  memiliki banyak gugus fungsi, yaitu:

  Ikatan rangkap karbon – karbon C=C : mempunyai penyerapan cahaya pada daerah serapan  1500 – 1600 cm-1 dengan intensitas serapan sedang dan tajam.

  Ikatan rangkap karbon – oksigen C=O : merupakan salah satu penyerapan yang sangat berguna, yang bisa ditemukan pada daerah sekitar 1705 – 1725  cm-1 dengan intensitas serapan kuat dan tajam.

    Ikatan tunggal karbon – oksigen C–O : mempunyai penyerapan dalam ‘daerah sidik jari’, yang yang bisa ditemukan pada daerah sekitar antara 1000 – 1300cm-1,dengan intensitas serapan lemah dan melebar.

    Ikatan tunggal karbon –  hidrogen C – H  : mempunyai penyerapan cahaya yang terjadi pada daerah serapan 3050-3150 cm-1, dengan intensitas serapan lemah dan tajam akibat rentangan C – H aromatik.

   Ikatan tunggal oksigen – hidrogen O – H : menyerap sinar yang berbeda-beda, tergantung pada kondisi lingkungannya. Ikatan O – H ini akan sangat mudah dikenali dalam sebuah asam karena akan menghasilkan intensitas serapan lebar atau lembah yang sangat luas pada daerah sekitar 3200-3500 cm-1.

Sedangkan NMR digunakan untuk menentukan kerangka dasar dari suatu senyawa organik. NMR yang sering digunakan adalah H-NMR, dimana posisi atom Hidrogen pada rantai karbon menentukan pergeseran kimia. Semakin polar ikatan pada hidrogen, semakin besar pergeseran kimianya. Oleh karena itu, bagi senyawa flavonoid yang mengandung gugus hidroksil akan memiliki puncak pada daerah yang jauh.

 Kerangka dasar karbon pada flavonoid merupakan kombinasi antara jalur sikhimat dan jalur asetat-malonat yang merupakan dua jalur utama biosintesis cincin aromatik. Cincin A dari struktur flavonoid berasal dari jalur poliketida (jalur asetat-malonat), yaitu kondensasi tiga unit asetat atau malonat, sedangkan cincin B dan tiga atom karbon dari rantai propan berasal dari jalur fenilpropanoid (jalur sikhimat) [Achmad, 1985].

Penentuan Struktur
Kromatogram Flavonoid
Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air. Mereka dapat diekstraksi dengan etanol 70 % dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya berubah bila ditambah basa atau amonia, jadi mereka mudah dideteksipada kromatogram atau dalam larutan (Harborne, 1987 : 70).

Spektroskopi serapan lembayung dan serapan sinar tampak digunakan untuk membantu mengidentifikasi jenis flavonoid dan menentukan pola oksigenasi. Disamping itu, kedudukan gugus hidroksil fenol bebas pada inti flavonoid dapat ditentukan dengan menambahkan pereaksi (pereaksi geser) ke dalam larutan cuplikan dan mengamati pergeseran puncak serapan yang terjadi. Cara ini berguna untuk menentukan kedudukan gula atau metil yang terikat pada salah satu gugushidroksil fenol (Markham, 1988 : 38).Spektrum flavonoid (gambar 2) biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut metanol atau etanol. Spektrum khas terdiri atas dua maksimal pada rentang 240-285 nm (pita II) dan 300-550 nm (pita I). Kedudukan yang tepat dan kekuatan nisbi maksimal tersebut memberikan informasi yang berharga mengenai sifat flavonoid dan pola oksigenasinya.
            Spektrum khas jenis flavonoid utama dengan pola oksigenasi yang setara (5,7,4‟) adalah kekuatan nisbi yang rendah pada pita I dalam dihidroflavon, dihidroflavonol, dan isoflavon. Ciri nisbi ini tidak berubah,bahkan bila pola oksigenasi berubah, sekalipun rentang maksimal serapan pada jenis flavonoid (tabel 2) yang berlainan tumpang tindih sebagai keseragaman pola oksigenasi. Keseragaman dalam rentang maksimal ini akan bergantung pada pola hidroksilasi dan pada derajat bstitusi gugus hidroksil (Markham, 1988 : 39).

2 komentar:

  1. Permasalahan :
    Seperti yang diketahui spektrum flavonoid biasanya dilihat menggunakan pelarut etanol / metanol, ditinjau dari struktur flavonoid itu sendiri kenapa pelarut yang bisa dipakai adalah sejenis alkohol ?

    Yang kedua bagaimana pengaruh kedudukan dan kekuatan nisbi untuk menentukan suatu flavonoid yang telah di ekstraksi dari bahan alam ?

    BalasHapus
  2. Saya akan mencoba menanggapi permasalahan Anda,
    Sebelumnya saya akan sedikit mengoreksi pernyataan Anda, Pada proses ekstraksi sebaiknya memilih pelarut sesuai jenis flavonoid yang dibutuhkan sehingga mesti mempertimbangkan polaritas pelarut. Jenis flavonoid non polar (misalnya, isoflavon, flavanon, flavon alkohol dan flavonol) diekstraksi menggunakan pelarut kloroform, diklorometana, dietil eter, atau etil asetat, sementara glikosida flavonoid dan aglikon akan lebih tepat diekstraksi dengan alkohol atau campuran alkohol-air. Untuk glikosida kelarutannya meningkat jika dalam air atau campuran alkohol-air. Umumnya sebagian besar proses ekstraksi bahan yang mengandung flavonoid masih dilakukan secara sederhana dengan penambahan langsung pelarut ekstraksi.
    Pelarut sejenis alkhol digunakan untuk mengekstrak senyawa flavonoid yang polar sebab alkohol memiliki sifat yang sama yaitu polar. Dimana proses ekstraksi ini awalnya diberikan pelarut non polar misalnya Bahan tanaman bubuk juga dapat diekstraksi menggunakan alat Soxhlet, pada awalnya dengan hexan, untuk menghilangkan lipid kemudian dengan etil asetat atau etanol untuk mendapatkan senyawa fenolat.
    Atau dengan pelarut ekstraksi sekuensial. Tahap pertama, dengan diklorometan, untuk mengekstrak aglikon flavonoid dan kandungan non polar. Tahap berikutnya dengan alkohol akan mengekstrak glikosida flavonoid dan kandungan senyawa polar.

    BalasHapus