Kamis, 10 Oktober 2013

TERPENOID : Penentuan Struktur Senyawa Terpenoid

Berbagai khasiat yang banyak dimiliki oleh tanaman Momordica charantia (pare)  ini membuka penelitian ilmiah yang mengkaji buah pahit ini dari aspek farmakologisnya, tumbuhan ini juga telah dikaji secara intensif dari aspek fitokimianya. Momordica charantia mengandung senyawa metabolit sekunder diantaranya adalah senyawa metabolit sekunder turunan terpenoid, floavonoid dan steroid. Senyawa-senyawa metabolit sekunder tersebut berupa glikosida ataupun aglikon. Selain senyawa metabolik sekunder momordica charantia pun mengandung senyawa fenolik seperti polifenol; senyawa asam lemak yaitu asam butirat, asam palmitat, asam linoleat dan asam stearat; serta mengandung protein.
Terdapat hubungan antara biosintesis, metode isolasi, dan penentuan stuktur senyawa bahan alam sangatlah erat. Ketiga proses tersebut terjadi secara berurutan. Suatu senyawa bahan alam terlebih dahulu di sintesis agar diketahui proses/ reaksi kimia yang terjadi dalam memperoleh senyawa kimia yang diinginkan. Setelah itu diisolasi dengan metode tertentu agar dapat dipisahkan dari senyawa lain yang terkandung di dalamnya. Dengan melakukan isolasi suatu senyawa, maka kita dapat menentukan struktur dari senyawa tersebut.

1.        Identifikasi Kandungan Kimia
Sebelum melakukan isolasi terhadap suatu senyawa kimia yang diinginkan dalam suatu tumbuhan maka perlu dilakukan identifikasi pendahuluan kandungan senyawa metabolit sekunder yang ada pada masing-masing tumbuhan, sehingga dapat diketahui kandungan senyawa yang ada secara kualitatif dan mungkin juga secara kuantitatif golongan senyawa yang dikandung oleh tumbuhan tersebut, diperlukan metoda persiapan sampel dan metoda identifikasi pendahuluan dari senyawa metabolit sekunder, yaitu untuk mengetahui adanya Senyawa Alkaloid dan Senyawa Terpenoid, steroid, fenolik, flavonoid dan saponin

2.        Ekstraksi dan fraksinasi
Buah pare dipisahkan dari biji dan dikeringkan, kemudian diblender menjadi serbuk, diekstrak menggunakan pelarut methanol sebanyak 3X1 liter, kemudian filtrate disaring menggunakan corong Buchner, lalu dipekatkan menjadi setengah volume awal. Ekstrak methanol yang telah dipekatkan difraksinasi berturut-turut dengan heksan 3X50 mL dan etil asetat 3x10 mL setiap kali kali ekstraksi.
Sehingga diperoleh fraksi heksan etil asetat dan methanol sisa. Masing-masing fraksi dipekatkan menggunakan alat rotary evaporator. Dari tahap fraksinasi tersebut diperoleh fraksi heksan (4,1 gram; 8,2%), fraksi etil asetat (54 gram; 42,9 %), dan fraksi methanol-air (18 gram; 36%).[2]

3. Pemurniaan / Purification
Proses pemisahan dan pemurnian bertujuan untuk mendapatkan senyawa murni dari fraksi yang ada. Dimana dalam hal ini difokuskan pada pemisahan dan pemurnian fraksi senyawa n-heksana saja.  Dalam proses pemisahan dan pemurnian ini di lakukan dengan metode kromatografi kolom tetapi sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu analisis dilakukan dengan kromatografi lapis tipis.
Pemisahan pertama dilakukan dengan menggunakan KVC, pelarut yang digunakan merupakan pelarut organik yang ditingkatkan kepolarannya secara gradien. Pada pemisahan ini digunakan pelarut n-heksan dan etil asetat. Berdasarkan analisa kromatogram KLT fraksi heksana pada eluen heksana dan etil asetat dengan beberapa komposisi perbandingan maka KVC dilakukan dengan beberapa perbandingan yaitu 100% n-heksan sebanyak 2 kali :24:1 sebanyak 3 kali : 21 : 4 sebanyak 4 kali ; 18:7 sebanyak 2 kali; 15 :10 sebanyak 2 kali ; 9:16 sebanyak 2 kali; 6:19 sebanyak 2 kali; 3:22 sebanyak 2 kali dan 100% asetat sebanyak 2 kali dengan volume 50 mL setiap kali elusi. KVC fraksi heksan dengan massa 4,1 gram menghasilkan 22 fraksi.
Fraksi yang memiliki pola kromatogram yang sama digabungkan hingga mendapatkan 5 fraksi gabungan. Massa dari masing-masing fraksi tersebut adalah fraksi A (1-4) sebanyak 838 mg, fraksi B (5) sebanyak 1.082 mg, fraksi C (6-7) sebanyak 1.017 mg, fraksi D dan E (8-17) sebanyak 82 mg dan fraksi F (128-22) sebanyak 91 mg. Fraksi-fraksi gabungan dianalisis dengan KLT menggunakan eluen heksana : etil asetat dengan perbandingan 6 : 4.
Analisa kromatogram 24 fraksi yang diperoleh dari hasil KVC dapat digabungkan berdasarkan kesamaan Rf menjadi 8 fraksi. Massa masing-masing fraksi tersebut adalah fraksi C1 (1-6) sebanyak 15 mg, C7 (7) sebanyak 15 mg, C2 (8-10) sebanyak 126 mg, C11 ( 11)sebanyak 117 mg, C3 (12-14) sebanyak 149 mg, C4 (15-19) sebanyak 188 mg, C20 (20) sebanyak 59 mg dan C5 (21-24) sebanyak 207 mg.
Hasil penggabungan fraksi dalam C2 dan C11 berbentuk kristal. Rekristalisasi dilakukan dengan melarutkan fraksi kristal dengan metanol panas yang kemudian didinginkan. Setelah didinginkan terbentuk kristal yang tidak larut di dialam metanol. Kristal tersebut dipisahkan dengan menggunkan kertas saring. Dengan menggunakan teknik pemurnian rekristalisasi pada kedua difraksi tersebut didapat beberapa fraksi kristal. Fraksi- fraksi  tersebut diuji kemurniannya dengan KLT dan dilihat pula kromtogramnya untuk mengetahui senyawa yang sama atau tidak pada hasil kemurnian dengan rekristalisasi tersebut. Dari fraksi-fraksi hasil diperoleh fraksi murni yakni C2 – 1 dan C11-2. Hasil rekritalisasi kedua fraksi tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan FT-IR dan NMR.[3]

4. Penentuan Sruktur Senyawa
-          Analisis Spektrum IR
Pada fraksi C2-1, spectrum IR yang dihasilkan menunjukkan adanya pita serapan gugus fungsi OHpada bilang gelombang 3423,4 cm-1 ; vibrasi ulur C-H sp3 pada bilangan gelombang 2933,5 cm-1 dan 2852,5 cm-1 ; C=C pada bilangan gelombang 1627,9 cm-1 ; vibrasi tekuk CH3 pada bilangan gelombang 1449,4 cm-1. Bilangan gelombang tersebut menunjukkan bahwa senyawa pada fraksi C2-1 merupakan senyawa alifatik.
Pada fraksi C11-2, spectrum IR yang dihasilkan menunjukkan adanya pita serapan gugus fungsi OHpada bilang gelombang 3433,1 cm-1 ; vibrasi ulur C-H sp3 pada bilangan gelombang 2922,0 cm-1 dan 2852,5 cm-1 ; C=C pada bilangan gelombang 1627,8 cm-1 ; vibrasi tekuk CH3 pada bilangan gelombang 1382,9 cm-1 ; C-O pada bilangan gelombang 1041,5 cm-1. Bilangan gelombang tersebut menunjukkan bahwa senyawa pada fraksi C11-2 merupakan senyawa alifatik dan tidak terglukasi karena tidak menunjukkan adanya pelebaran puncak OH yang menandakan senyawa yang terglukasi.
Dari hasil pengukuran IR pada kedua fraksi, dapat diduga kedua fraksi terdapat senyawa yang sama, berdasarkan spectrum pada kedua senyawa terdapat gugus-gugus yang sama dengan hal ini menunjukkan kedua fraksi memiliki pola kromatogram yang mirip.

-          Analisis spectrum NMR 1H
Analisis spectrum NMR 1H terhadap fraksi  C11-2 dan C2-1 dilakukan untuk mengetahui gambaran berbagai jenis atom hydrogen dalam molekul. Spectrum NMR 1H senyawa dari fraksi C2-1 dan C11-2 memperlihatkan pada geseran 0,51-2,27 ppm merupakan sinyal untuk H yang terikat dengan karbon sp3. Pada geseran sekitar 3,34 ppm merupakan sinyal untuk H yang terikat dengan C heteroatom atau lebih spesifik dengan C metoksil (C-O). dan pada geseran 4,63-5,15 ppm merupakan sinyal untuk H yang terikat dengan C ikatan rangkap. Dari spectrum ini dapat disimpulkan bahwa senyawa yang berhasil di isolasi merupakan senyawa alifatik dengan ikatan rangkap, memiliki ikatan heteroatom, dan tidak memiliki gugus karbonil.

-          Analisis Spektrum NMR 13C
Analisis spectrum NMR 13C dimaksudkan untuk menentukan kerangka karbon yang dimiliki oleh senyawa. Pada spectrum ini dapat diketahui jumlah karbon dan jenis karbonnya (metal, metilen, metin, atau karbon quartener).

-          Spectrum NMR 13C Decopling
Spectrum ini menunjukkan seluruh karbon yang terdapat di senyawa dengan menghilangkan pengaruh atom tetangga (decopling) akan tetapi pada spectrum ini tidak ada pembeda untuk jenis karbonnya. Pada pengukuran NMR 13C terlihat geseran spectrum dimulai dari geseran 11,8-147,70. Perhitungan jumlah karbon berdasarkan analisis spekrum ini didapat jumlah karbon senyawa pada fraksi C2-1 adalah 30.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari penentuan struktur diatas adalah: Hasil penelitian, isolasi dan karakterisasai senyawa turunan terpenoid dari fraksi n-heksan Momordica charantia diperoleh senyawa murni yaitu fraksi C2-1 (24 mg) dan C11-2 (9 mg), yang memiliki karakter antara lain yaitu merupakan senyawa alifatik yang memiliki ikatan rangkap (C=C) dan memiliki gugus OH. Dengan membandingkan data antara hasil pengukuran dan pendekatan etnobotani, senyawa yang berhasil diisolasi tersebut memiliki jenis kerangka triterpen aglikon kukurbitan yang tidak memiliki gugus karbonil.


3 komentar:

  1. Permasalahan :
    1. Pada penentuan struktur menggunakan spectrum NMR 13C Decopling menunjukkan seluruh karbon yang terdapat di senyawa dengan menghilangkan pengaruh atom tetangga, tetapi tidak ada pembeda untuk jenis karbon. Mengapa pada spektrum ini tidak dapat membedakan jenis karbonnya ? apakah penentuan jenis karbon hanya bisa dilakukan pada spektrum NMR 13C saja ? jelaskan !

    2. Diketahui bahwa Spektroskopi NMR (Nuclear Magnetic Resonance) itu sendiri merupakan salah satu jenis spektroskopi frekuensi radio. NMR digunakan untuk menentukan struktur dari komponen alami dan sintetik yang baru, kemurnian dari komponen, dan arah reaksi kimia sebagaimana hubungan komponen dalam larutan yang dapat mengalami reaksi kimia.
    jadi, berdasarkan spektrumnya kearah mana reaksi kimia tersebut terjadi ? apakah untuk senyawa lain arah reaksi ini akan berlaku sama dalam penentuannya ?

    BalasHapus
  2. 1.Pada materi anda diatas dikatakan bahwa tidak ada pembeda untuk jenis karbon antara senyawa jadi disini maksud dari pada pernyataan tersebut sesuai pertanyaan anda bahwa spektrum NMR bukan tidak dapat membedakan jenis karbon yang terkandung pada terpenoid tetapi menyatakan bahwa tidak ada pembeda jenis karbon yang terdapat pada senyawa dengan atom tetangga.
    Jadi dapat dikatakan bahwa dalam kedua senyawa sama-sama mengandung jenis karbon yang sama dalam penentuan struktur menggunakan spectrum NMR yaitu jenis karbon seperti metal, metilen, metin, atau karbon quartener.

    Kemudian untuk penentuan jenis karbon menurut literatur yang saya baca tidak hanya dengan spectrum NMR tetapi dapat juga dengan pengukuran serapan senyawa hasil isolasi dengan spektroskopi IR menunjukkan serapan karakteristik pada bilangan gelombang.

    2.Menurut literatur yang saya baca penentuan kearah mana suatu spectrum reaksi didasarkan pada penyerapan energi oleh partikel yang sedang berputar di dalam medan magnet yang kuat.Untuk spektrikopi frekuensi radio biasanya energi yang dipakai dalam pengukuran dengan metode ini berada pada daerah gelombang radio 75-0,5 m ataupada frekuensi 4-600 MHz, yang bergantung pada jenis inti yang diukur.
    jadi menurut saya ini berlaku juga pada penentuan arah reaksi pada senyawa lain.

    BalasHapus
  3. 1. menurut saya, pada spektrum NMR 13C Decoping hanya menentukan jumlah atom carbon yang terkandung pada senyawa tersebut.
    untuk mengetahui jenis carbonnya digunakan Identifikasi dengan Spektroskopi Massa. pada metode ini, Jumlah ekivalen ikatan rangkap dalam rumus molekul tersebut dapat dihitung berdasarkan rumus DBE.
    dari penjelasan tersebut diketahui bahwa tidak hanya dengan spektrum NMR saja tetepi masih ada metode lainnya.


    2. arah suatu spektrum reaksi didasarkan pada jenis senyawa tersebut dan cara yang digunakan. jadi dapat digunakan untuk senyawa lain.
    terima kasih

    BalasHapus